Pernahkah kau berpikir tentang
aku yang selalu menemanimu dalam keadaan apapun? Pernahkah kau menyadari betapa
aku menyayangimu? Pernahkah terlintas di benakmu tentang aku dan perasaanku
padamu? Hal itulah yang selalu membayang-bayangi benakku setiap aku bertemu
denganmu, Andreas
Ferdinand. Aku Christabel Abchail, orang yang dari dulu kau anggap sebagai sahabatmu. Memang, sudah lama kita bersahabat, tapi jujur kuakui sudah lama juga aku menyayangimu lebih dari sahabat, dan aku berharap keajaiban akan datang padaku.
Ferdinand. Aku Christabel Abchail, orang yang dari dulu kau anggap sebagai sahabatmu. Memang, sudah lama kita bersahabat, tapi jujur kuakui sudah lama juga aku menyayangimu lebih dari sahabat, dan aku berharap keajaiban akan datang padaku.
Aku
selalu tersenyum melihatmu tersenyum, selalu tersenyum mendengar ceritamu
tentang gadis itu. Tapi sesungguhnya, hati ku tersayat saat itu juga. Aku tak
mungkin menunjukkan kecemburuanku di hadapanmu, kau sahabatku. Aku harus tahu
diri, aku harus sadar! Kau hanya sahabatku, bukan yang lain. Aku hanya berharap
harapanku padamu segera pudar.
Aku
selalu mencoba melupakanmu, tapi aku tak bisa. Tiap kali aku menjauh darimu,
kau datang dan memberiku hal baru yang membuatku semakin menyayangimu. Pernahkah
kau sadar akan hal itu? Bagimu aku sahabatmu, tapi bagiku kau adalah segalanya.
Ingatkah
kau bintang itu? Bintang yang dulu pernah bersinar di antara kita. Ingatkah kau
kejadian 1 tahun yang lalu? Kejadian saat aku dan kau berdua di bawah bintang
terkagum-kagum akan keindahannya. Ingatkah kau saat aku dank au sama-sama
berharap di bawah bintang yang bergerak ntah kemana? Aku tak pernah tau
harapanku, dan kau pun begitu.
Hari
ini, aku melihat kau dengannya. Kau memandanginya dengan penuh kasih. Cecile,
dia memang gadis yang sangat beruntung bisa memiliki orang sebaik dirimu. Aku bahagia
melihatmu bahagia, tapi hatiku tetap menangis melihat apa yang kurasakan.
“Bel.
Aku mau ngomong!” Cecile menghampiriku dengan wajah masam. Wajahnya terlihat
kesal sedih, dan kecewa, namun kecantikannya tak pernah pudar.
“Ngomong
apa?”
Cecile
menarik nafas panjang, “Aku mohon kamu jaga Andre. Aku nggak tahan dengan
sikapnya”
“Maksud
kamu, Cil?” aku benar-benar bingung dengan Cecile, yang kuketahui tentang
Andre, dia sangat baik. Dari SD sampai sekarang akulah sahabatnya, dan aku
benar-benar mengenal dia.
“Aku
benar-benar gak bisa melanjut hubungan ini, aku sudah memutuskannya tadi. Aku merasa
tidak ada kecocokan di antara kami. Setiap kali kami ngobrol dan pergi, tak
henti-hentinya dia berkata : kalo Abel
sukanya ini.. kalo abel sih gini.. kalo abel blablablabla. Aku rasa dia tak
pernah menyayangiku. Kaulah orang yang
menjadi idaman hatinya selama ini” Cecile menerangkan semuanya sambil
meneteskan air matanya.
Aku
memeluknya, menepuk pelan pundaknya seolah mengatakan sabar. Aku shock dan
tidak menerima apa yang dikatakannya. Seharusnya aku senang, orang yang
kusayangi diputuskan pacarnya. Tapi ini tidak, aku benar-benar sedih karena
orang yang kusayangi membuat Cecile menangis karena aku.
Pagi
yang cerah, aku bangun dari tidur ku yang nyenyak. Merasakan hangatnya sinar
mentari pagi menembus jendela kamarku. Aku bergegas keluar kamar memakai baju
tidurku, melihat bunga-bunga yang berbaris di halaman rumahku. Hari yang indah
memulai sesuatu yang baru, sejenak aku melupakan Cecile dan Andre.
“Haloooo!!!”
Andre tiba-tiba muncul di hadapanku membawa bola basket. Oh tidak! Dia mengajakku
main basket. Namun, tiba-tiba aku teringat Cecile dan aku mendadak marah
padanya.
“Ngapain
kamu halo halo!”
“Kenapa
Bel? Aku ada salah apa kok jawabnya gitu banget?”
“Aku
kesel sama kamu! Udah kamu pergi aja sana!” aku langsung masuk ke rumah
membanting pintu dengan kerasnya. Aku mengintip dari jendela, melihat ekspresi
kecewa dan heran Andre. Aku tak mengerti tentang apa yang baru saja terjadi. Aku
sangat heran kenapa aku bisa berbuat seperti itu.
Malamnya
Andre sms aku, “Abel kamu kenapa? Aku pengen tau kenapa kamu marah sama aku. Please
nanti jam 7 datang ke tempat biasa, meja nomor 9”
Aku
tak membalas sms itu sama sekali, bahkan aku tidak datang ke tempat itu. Aku tak
mengerti apa yang terjadi padaku. Satu sisi aku senang dia mengajakku ketemu,
di sisi lain aku sedih karena dia membuatku seolah menjadi alat pemisah antara
Andre dan Cecile.
Aku
memutuskan menonton televisi sampai malam. Jam 10 malam aku melihat berita
tentang kecelakaan hebat seorang laki-laki yang mobilnya menabrak pohon di
dekat café tempat aku dan Andreas harusnsya bertemu. Plat itu.. mirip plat
Andre, dan mobil itu mirip mobilnya. Bulu kuduku naik. Aku shock. Memastikan semuanya
aku langsung pergi ke café itu malam itu juga. Aku mencari pelayan café.
“Mbak
permisi, saya mau nanya. Tadi ada nggak sih cowo datang kesini, duduknya di
meja nomor 9. Orangnya tinggi, gak gemuk, gak kurus juga, em.. teruus teruus”
air mataku mulai menetes, aku tak sanggup, dan pelayan café itu pun bingung
melihatku. Aku mengutak-atik handphone ku dan menunjukkan foto Andre pada
pelayan café itu, “Orangnya seperti ini, Mbak”
Wajah
pelayan itu terlihat shock, “Oh.. orang itu. Dia baru saja pergi, dia sudah di
sini dari jam 7 malam sampai jam 9 dia ketiduran di café dan malangnya, dia
kecelakaan tidak jauh dari sini setelah dia meninggalkan café, Mbak. Oh iya, nama
Mbak Abel ya? Ini ada titipan dari temen Mbak itu” katanya sambil memberiku
sebuah surat, kotak kecil dan setangkai mawar merah.
Badanku
bergetar, air mataku mulai menetes, “Mbak.. sekarang..sekarang.. di..di..dia
didi..dimana?” aku berusaha menahan semua kesedihan, tapi air mataku tak bisa
berhenti.
“Rumah
Sakit Kasih Bunda, Mbak”
Aku
langsung berlari ke rumah sakit itu, aku pergi dan berharap masih bisa bertemu
dengannya dan berbicara sedikit dengannya. Tanpa berpikir panjang aku langsung
masuk ke ruangannya. Sudah dipasang infus dan bantuan pernafasan. Kepalanya dibungkus
dan dia terlihat sangat lemah. Saat aku datang dia membuka matanya.
“A..abel..
a..a..akhir..nya.. kaamu da..tang.. ju..ju..ga”
“Andre..
maafin aku aku marah sama kamu, maafin aku udah diemin kamu, jauhin kamu, dan
gak datang pas kamu minta aku datang. Aku minta maaf karena gak bisa jadi
sahabat yang baik buat kamu” aku menangis dihadapannya.
“Ssst..
hapus air mata kamu, Bel. Harusnya..a..aku yang mi..minta maaf. A..a..aku..
ga..gak bi..sa.. te..ter..terus ja..ga..in kamu” dia tampak lemah dan susah
berbicara. Membuatku sangat sakit, aku tetap menangis, “Bel.. aku pamit ya..
ka..kamu.. ja..ga.. diri ba..baik..baik. jangan tangisin aku.. sa..sahabaat ku,
sa..sayang..” ia menutup matanya dan berhenti berbicara. Dia sudah pergi..
jantungnya tak berdetak lagi.
Betapa
sakitnya aku melihat orang yang kusayangi terbaring kaku tanpa nyawa di
hadapanku, jika aku bisa mengulang waktu, aku akan mencegah semua ini terjadi
padanya. Dan surat terakhirnya membuatku sangat pilu, “Buat Abel tersayang. Sahabatku, aku tau apa yang terjadi antara kita. Itu
memang benar, aku sangat menyayangimu, dan aku sadar akan hal itu. Maafkan semua
kesalahanku, Abel. Terimakasih untuk segalanya. Aku akan pergi, aku mohon
tetaplah tersenyum meskipun aku tak bersamamu lagi.. –Andre” Andre, maafkan aku sudah membuatmu sepi dan
menunggu, aku menyayangimu selamanya!
0 komentar teman-teman :):
Posting Komentar
Halo!
Terimakasih sudah mau membaca blog saya. Semoga Anda suka :) Oh iya kalau mau kasih komentar, kasih komentar yang baik dan membangun ya. Supaya komennya enak dibaca :) Hahaha makasih