Siang
itu sangat panas, benar-benar panas. Seharian aku tak bertemu Dio. Aku merasa
rindu padanya. Begitu aku sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamarku dan
menghempaskan tubuhku di atas kasurku yang sangat empuk, “aku capeeek!!”
tiba-tiba mataku terpaku pada sebuah kotak kecil di atas meja yang diberikan
Dio padaku, semalam. Kuambil kotak itu dan kubuka perlahan, aku mendapati
sebua
h gulungan kecil yang diikat sebuah gelang yang sangat manis. Aku membuka gulungan itu dan membaca pesan singkat, “Nat.. aku tunggu di café chocolate nanti jam 4. Eh.. gelangnya dipake ya?”
h gulungan kecil yang diikat sebuah gelang yang sangat manis. Aku membuka gulungan itu dan membaca pesan singkat, “Nat.. aku tunggu di café chocolate nanti jam 4. Eh.. gelangnya dipake ya?”
Aku heran. Kenapa
dia nggak sekolah hari ini, tapi bisa-bisanya ngajak ketemuan di café pula. Awas
aja deh nanti kalo ketemu ya! Eh! Sebentar. Ini sudah jam 3, dan aku bisa
terlambat ke café itu untuk bertemu Dio, dan marah padanya.
Aku
bergegas masuk kamar mandi, dan berpakaian serapi dan secantik mungkin. Hal ini
sangat jarang kulakukan. Aku menghabiskan waktu 30 menit hanya untuk
bersiap-siap. Aku berlari keluar dan mengharapkan ada taxi yang lewat, “ayolah..
udah jam 3.45. masa iya sih aku telat?” ucapku dalam hati. Dan tiba-tiba aku
sadar, untuk pergi ke café itu tidak sebentar, minimal 30 menit ditambah macet
di jalan.
Tepat
jam 4.30 sore aku sampai di café, mencari dimana Dio. Hey.. dia ada di meja
nomor 9, angka kesukaanku. Sudah setengah jam setelah jam 4, tapi dia tetap
menungguku dengan sabar.
“Halo
Dio, maaf telat ya hehe” sapaku agak malu.
“Eh
kamu, Nat. Iya gakpapa kok, aku pikir kamu gak baca suratnya” kata Dio dengan
sangat ramah, “Umm, Nat. duduk dulu deh” sambungnya lagi.
Sudah
setengah jam aku terlambat dan dia tidak marah. Tegakah aku marah padanya
karena dia gak sekolah tadi? Bingung.. tiba-tiba seorang pelayan café datang
membawa 2 ice cream chocolate yang aku rasa, aku tidak memesan apa-apa dari
tadi.
“Loh
Dio? Aku gak mesan dari tadi kok ada diantar kayak gini, sih?” tanyaku pelan.
“Iya
hehehe.. aku yang mesan, kamu kan suka ice cream coklat, lagipula café ini baru
buka loh. Supaya kamu juga nyicipin ice cream café baru” jawabnya.
Oh
ya? Benarkah itu? Itu sajakah tujuannya mengajakku datang kesini? Oh..
perbincangan kami agak kaku, ntah kenapa Dio berubah, dia agak pemalu dan tidak
banyak bicara seperti di sekolah. Sesekali dia berbicara, tapi lebih banyak
diamnya. bener-bener ngebosanin. Sepanjang perjalanan pulang pun dia tak
berbicara apapun, kalaupun iya hanya bilang sama-sama dan aku pamit pulang ya. Itu
saja yang dikatakannya.oh.. bahkan dia tak menyadari gelang pemberiannya yang
sedang kupakai. Kenapa dia beda?
Pagi
hari di sekolah,aku bertemu Chia dan menceritakan apa yang terjadi dengan Dio
dan aku semalam, semua hal tentang itu kuceritakan padanya, sangat detail.
“Chia..
dia kok gitu ya semalam? Kan sepi. Kangen tau” jawabku agak memelas.
“Hiiii
tau deh yang naksir sama Dio, sampe-sampe kangen sama Dio yang agak banyak
bicara itu tuh..” Chia meledek, pipiku memerah seperti tomat.
***
Hari berlalu dengan
begitu singkat. Pagi itu, aku terbangun dari tempat tidurku, merasakan
hangatnya sinar mentari pagi yang menembus jendela kamarku. Kubuka jendelaku,
kuhirup sejuknya udara pagi itu. Dan.. inilah hari yang kunanti, 9 September,
hari ulang tahunku, sweet 17. Aku tak sabar mendapatkan keindahan-keindahan,
dan kebahagiaan yang diceritakan teman-temanku padaku.
“Pagi, Chia!”
aku menyapanya dengan senyum yang begitu indah, berharap dia tak lupa ini hari
apa.
“Elo ternyata”
jawabnya setelah melihatku dengan ekspresi wajah kesal dan begitu saja dia
pergi dan menghiraukanku. Apa yang terjadi?
Aku kaget melihatnya,
aku keluar kelas dan menunggu bel. Buat apa aku di kelas sedangkan sahabatku
tidak mengharapkan kedatanganku sama sekali?
Kriiiiiiiiiiiiiiingg…
Bu Nia masuk
kelas, aku dan Chia pun begitu. Dan tetap saja Chia tak menghiraukanku. Bu Nia
menyuruh Rony mengumpulkan PR Fisika yang diberinya 2 hari yang lalu, aku
membuka tasku dan aku tak menemukannya. Hey.. dimana PRku? Rasanya aku ingin
menangis.
“Natasya! PR
kamu mana? Kenapa tidak dikumpul?” katanya agak membentak.
“Wuuuuuu!!!”
serentak 1 kelas menyoraki ku.
“Em..tadi..tadi..Nata
udah bawa, Bu. Udah selesai malah, tapi, Nata nggak tau dimana. Tadi Natasya
bawa loh, Bu! Nggak bohong” mataku mulai berair dan memerah.
“Elaah! Mana ada
maling mau ngaku! Jujur deh gak selesai” ntah kenapa Chia menyorakiku.
“Diam! Tidak ada
alasan ya! Sekarang kamu keluar, dan pergi lari keliling lapangan basket 15
kali. Kalau tidak dilakukan, saya tambah hukuman kamu!”
Aku langsung
keluar, takut hukuman itu ditambah. Aku berlari, 5 putaran pertama aku masih
kuat, putaran selanjutnya aku mulai merasa lelah dan kakiku sangat pegal. 10
putaran lagi, dan aku kembali ke kelas. Tapi ntah kenapa semakin kupaksa,
semakin aku merasa tak sanggup melanjutkan hukuman ini. Aku melihat Dio dari
jauh, dia pun melihatku, dan begitu saja mengabaikan aku yang sedang kelelahan.
Aku ingin menangis. Aku berlari lagi dan tak terasa 15 putaran selesai, aku
terjatuh di pinggir lapangan, dan Dio? Dia ada disana dan menyaksikan aku
terjatuh, tapi tak ada niatnya sedikitpun untuk menolongku. Hari yang kelam.
Aku kembali ke
kelas dengan perlahan, kakiku tak sanggup, aku mau jatuh dan pingsan. Keringat bercucuran
membasahiku, aku sangat lelah! Beri aku waktu untuk istirahat. Aku mohon.
Tok..tok..tok..
“Masuk! Bagaimana
Natasya? Sudah tau bagaimana capeknya dihukum? Kalau kamu mau dihukum lagi, tak
usah kerjakan PR mu besok dan seterusnya!”
Untungnya setelah
aku masuk bel istirahat sudah berbunyi. Aku kelelahan. Aku menunduk di meja
dengan tanganku sebagai sandaran. Aku ingin menangis, aku sangat lelah, aku
sangat sedih. Inikah keindahan sweet 17? Inikah kebahagiaan itu? Kalau aku bisa
memilih, aku ingin tidak sekolah hari ini.
Sampai di rumah,
tak satu pun mengucapkan selamat ulang tahun padaku, hanya mama dan papa,
itupun hanya lewat telepon. Teman-temanku? Mereka menghilang bagai di telan bumi.
Aku menunggu ucapan-ucapan itu. Tapi apa yang kudapat? Sampai jam 9 malam aku
menunggu, tak seorangpun menghubungiku.
Jam 10 malam,
aku merasa ada seseorang mengetuk pintu kamarku. Tidak! Itu bukan Mbak Yul. Jadi
itu siapa?
“Siapa ya?”
tanyaku.
Orang itu tak
menjawab, ya Tuhan.. aku takut. Siapa dia? Kumohon jauhkan hal jahat daripada
ku saat ini juga. Biarpun aku tak bisa menikmati ulang tahunku kali ini, tapi
aku mohon biarkan aku tetap hidup.
Orang itu terus
mengetuk, hingga akhirnya aku berjalan menuju pintu kamarku, membawa handphone
bersiap menelepon polisi. Ku pegang gagang pintu kamarku, dan kubuka pintu
kamarku perlahan.
“Tooooooooooootttt!
SURPRISE!!!!” suara trompet mainan dan teriakan teman-temanku berbunyi
tiba-tiba.
“Selamat ulang
tahun, Natasya. Maaf ya, udah ngerjain kamu seharian, maaf udah buat kamu
dihukum Bu Nia. Tapi PR kamu udah dikumpul kok” kata Chia sambil memelukku
erat. Inikah kejutan dan keindahan yang ada di sweet17 itu? Aku menangis di
pundak Chia.
“Ihh kamu jahat,
Chi! Aku capek tau lari-lari udah mau pingsan rasanya” aku mengatakannya sambil
menangis, suaraku bergetar. Aku sendiri tak tau itu tangisan macam apa.
“Cup..cup..
jangan nangis dong!” kata Dio sambil mengelus kepalaku.
“Ih! Dio juga
rese! Udah tau orang tadi jatoh, bukan
ditolongin malah dibiarin”
“Sengaja tau!!!!
Happy birthday ya, Nat.” katanya lagi sambil mencubit pipiku.
“Cieeeeeeeee”
teman-temanku yang lain spontan berteriak.
“Aku
punya hadiah spesial, gak tau kamu suka atau enggak.. hehe” sambung Dio lagi.
“Apaan?”
tanyaku penasaran.
“Nat..
aku punya 2 es krim, yang satu coklat, yang satu stroberi.” Kata Dio sambil
menunjukkan padaku 2 macam es krim yang disebutkannya.
“Terus?”
“Jadii..
sebenarnya aku..aku… aku..” Dio menarik nafas panjang menunjukkan rasa malunya,
“aku sayang kamu, Nat! bener deh! Kamu mau gak jadi pacarku? Kalo kamu mau
ambil yang coklat, kalo nggak ambil yang stroberi!” Dio langsung membuang nafas
panjang menunjukkan kelegaan hatinya sudah mengungkapkan semua ini.
Aku
diam dan terpaku, semua ingatan tentang Rangga menghilang, dan semua yang telah
kulewati beberapa bulan yang lalu dengan Dio seolah terlintas di pikiranku. Aku
malu, tapi aku senang. Aku jantungan.
Aku
memutuskan.. kuambil es krim coklat itu dari tangannya, wajah Dio yang tadinya
takut dan sedikit menunduk, spontan menjadi ceria kembali. Diletakkanya es krim
stroberi itu, dan dengan spontan dia mengelus kepalaku lagi, “makasih ya,
Natasya”
Benar-benar
sweet 17 yang sangat membahagiakan meskipun awalnya aku dibuat sedih dan merasa
kecewa, makasih Chia, Ryan, teman-temanku, dan… Dioku. Aku sayang kalian.
-TO BE CONTINUED-
Yihaa!! Masih ada sambungannya loh teman-teman. Ditunggu ya!!! ;)
Oh iya! Menurut kalian gimana? Kasih komentar dong kalo boleh.
Makasih banyakkkkk<3
0 komentar teman-teman :):
Posting Komentar
Halo!
Terimakasih sudah mau membaca blog saya. Semoga Anda suka :) Oh iya kalau mau kasih komentar, kasih komentar yang baik dan membangun ya. Supaya komennya enak dibaca :) Hahaha makasih