Jumat, 07 Juni 2013

Ice Cream II♥




                Siang itu sangat panas, benar-benar panas. Seharian aku tak bertemu Dio. Aku merasa rindu padanya. Begitu aku sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamarku dan menghempaskan tubuhku di atas kasurku yang sangat empuk, “aku capeeek!!” tiba-tiba mataku terpaku pada sebuah kotak kecil di atas meja yang diberikan Dio padaku, semalam. Kuambil kotak itu dan kubuka perlahan, aku mendapati sebua
h gulungan kecil yang diikat sebuah gelang yang sangat manis. Aku membuka gulungan itu dan membaca pesan singkat, “Nat.. aku tunggu di café chocolate nanti jam 4. Eh.. gelangnya dipake ya?”
                Aku heran. Kenapa dia nggak sekolah hari ini, tapi bisa-bisanya ngajak ketemuan di café pula. Awas aja deh nanti kalo ketemu ya! Eh! Sebentar. Ini sudah jam 3, dan aku bisa terlambat ke café itu untuk bertemu Dio, dan marah padanya.
                Aku bergegas masuk kamar mandi, dan berpakaian serapi dan secantik mungkin. Hal ini sangat jarang kulakukan. Aku menghabiskan waktu 30 menit hanya untuk bersiap-siap. Aku berlari keluar dan mengharapkan ada taxi yang lewat, “ayolah.. udah jam 3.45. masa iya sih aku telat?” ucapku dalam hati. Dan tiba-tiba aku sadar, untuk pergi ke café itu tidak sebentar, minimal 30 menit ditambah macet di jalan.
              Tepat jam 4.30 sore aku sampai di café, mencari dimana Dio. Hey.. dia ada di meja nomor 9, angka kesukaanku. Sudah setengah jam setelah jam 4, tapi dia tetap menungguku dengan sabar.
                “Halo Dio, maaf telat ya hehe” sapaku agak malu.
            “Eh kamu, Nat. Iya gakpapa kok, aku pikir kamu gak baca suratnya” kata Dio dengan sangat ramah, “Umm, Nat. duduk dulu deh” sambungnya lagi.
                Sudah setengah jam aku terlambat dan dia tidak marah. Tegakah aku marah padanya karena dia gak sekolah tadi? Bingung.. tiba-tiba seorang pelayan café datang membawa 2 ice cream chocolate yang aku rasa, aku tidak memesan apa-apa dari tadi.
                “Loh Dio? Aku gak mesan dari tadi kok ada diantar kayak gini, sih?” tanyaku pelan.
             “Iya hehehe.. aku yang mesan, kamu kan suka ice cream coklat, lagipula café ini baru buka loh. Supaya kamu juga nyicipin ice cream café baru” jawabnya.
                Oh ya? Benarkah itu? Itu sajakah tujuannya mengajakku datang kesini? Oh.. perbincangan kami agak kaku, ntah kenapa Dio berubah, dia agak pemalu dan tidak banyak bicara seperti di sekolah. Sesekali dia berbicara, tapi lebih banyak diamnya. bener-bener ngebosanin. Sepanjang perjalanan pulang pun dia tak berbicara apapun, kalaupun iya hanya bilang sama-sama dan aku pamit pulang ya. Itu saja yang dikatakannya.oh.. bahkan dia tak menyadari gelang pemberiannya yang sedang kupakai. Kenapa dia beda?
           Pagi hari di sekolah,aku bertemu Chia dan menceritakan apa yang terjadi dengan Dio dan aku semalam, semua hal tentang itu kuceritakan padanya, sangat detail.
                “Chia.. dia kok gitu ya semalam? Kan sepi. Kangen tau” jawabku agak memelas.
              “Hiiii tau deh yang naksir sama Dio, sampe-sampe kangen sama Dio yang agak banyak bicara itu tuh..” Chia meledek, pipiku memerah seperti tomat.
***
Hari berlalu dengan begitu singkat. Pagi itu, aku terbangun dari tempat tidurku, merasakan hangatnya sinar mentari pagi yang menembus jendela kamarku. Kubuka jendelaku, kuhirup sejuknya udara pagi itu. Dan.. inilah hari yang kunanti, 9 September, hari ulang tahunku, sweet 17. Aku tak sabar mendapatkan keindahan-keindahan, dan kebahagiaan yang diceritakan teman-temanku padaku.
“Pagi, Chia!” aku menyapanya dengan senyum yang begitu indah, berharap dia tak lupa ini hari apa.
“Elo ternyata” jawabnya setelah melihatku dengan ekspresi wajah kesal dan begitu saja dia pergi dan menghiraukanku. Apa yang terjadi?
Aku kaget melihatnya, aku keluar kelas dan menunggu bel. Buat apa aku di kelas sedangkan sahabatku tidak mengharapkan kedatanganku sama sekali?
Kriiiiiiiiiiiiiiingg…
Bu Nia masuk kelas, aku dan Chia pun begitu. Dan tetap saja Chia tak menghiraukanku. Bu Nia menyuruh Rony mengumpulkan PR Fisika yang diberinya 2 hari yang lalu, aku membuka tasku dan aku tak menemukannya. Hey.. dimana PRku? Rasanya aku ingin menangis.
“Natasya! PR kamu mana? Kenapa tidak dikumpul?” katanya agak membentak.
“Wuuuuuu!!!” serentak 1 kelas menyoraki ku.
“Em..tadi..tadi..Nata udah bawa, Bu. Udah selesai malah, tapi, Nata nggak tau dimana. Tadi Natasya bawa loh, Bu! Nggak bohong” mataku mulai berair dan memerah.
“Elaah! Mana ada maling mau ngaku! Jujur deh gak selesai” ntah kenapa Chia menyorakiku.
“Diam! Tidak ada alasan ya! Sekarang kamu keluar, dan pergi lari keliling lapangan basket 15 kali. Kalau tidak dilakukan, saya tambah hukuman kamu!”
Aku langsung keluar, takut hukuman itu ditambah. Aku berlari, 5 putaran pertama aku masih kuat, putaran selanjutnya aku mulai merasa lelah dan kakiku sangat pegal. 10 putaran lagi, dan aku kembali ke kelas. Tapi ntah kenapa semakin kupaksa, semakin aku merasa tak sanggup melanjutkan hukuman ini. Aku melihat Dio dari jauh, dia pun melihatku, dan begitu saja mengabaikan aku yang sedang kelelahan. Aku ingin menangis. Aku berlari lagi dan tak terasa 15 putaran selesai, aku terjatuh di pinggir lapangan, dan Dio? Dia ada disana dan menyaksikan aku terjatuh, tapi tak ada niatnya sedikitpun untuk menolongku. Hari yang kelam.
Aku kembali ke kelas dengan perlahan, kakiku tak sanggup, aku mau jatuh dan pingsan. Keringat bercucuran membasahiku, aku sangat lelah! Beri aku waktu untuk istirahat. Aku mohon.
Tok..tok..tok..
“Masuk! Bagaimana Natasya? Sudah tau bagaimana capeknya dihukum? Kalau kamu mau dihukum lagi, tak usah kerjakan PR mu besok dan seterusnya!”
Untungnya setelah aku masuk bel istirahat sudah berbunyi. Aku kelelahan. Aku menunduk di meja dengan tanganku sebagai sandaran. Aku ingin menangis, aku sangat lelah, aku sangat sedih. Inikah keindahan sweet 17? Inikah kebahagiaan itu? Kalau aku bisa memilih, aku ingin tidak sekolah hari ini.
Sampai di rumah, tak satu pun mengucapkan selamat ulang tahun padaku, hanya mama dan papa, itupun hanya lewat telepon. Teman-temanku? Mereka menghilang bagai di telan bumi. Aku menunggu ucapan-ucapan itu. Tapi apa yang kudapat? Sampai jam 9 malam aku menunggu, tak seorangpun menghubungiku.
Jam 10 malam, aku merasa ada seseorang mengetuk pintu kamarku. Tidak! Itu bukan Mbak Yul. Jadi itu siapa?
“Siapa ya?” tanyaku.
Orang itu tak menjawab, ya Tuhan.. aku takut. Siapa dia? Kumohon jauhkan hal jahat daripada ku saat ini juga. Biarpun aku tak bisa menikmati ulang tahunku kali ini, tapi aku mohon biarkan aku tetap hidup.
Orang itu terus mengetuk, hingga akhirnya aku berjalan menuju pintu kamarku, membawa handphone bersiap menelepon polisi. Ku pegang gagang pintu kamarku, dan kubuka pintu kamarku perlahan.
“Tooooooooooootttt! SURPRISE!!!!” suara trompet mainan dan teriakan teman-temanku berbunyi tiba-tiba.
“Selamat ulang tahun, Natasya. Maaf ya, udah ngerjain kamu seharian, maaf udah buat kamu dihukum Bu Nia. Tapi PR kamu udah dikumpul kok” kata Chia sambil memelukku erat. Inikah kejutan dan keindahan yang ada di sweet17 itu? Aku menangis di pundak Chia.
“Ihh kamu jahat, Chi! Aku capek tau lari-lari udah mau pingsan rasanya” aku mengatakannya sambil menangis, suaraku bergetar. Aku sendiri tak tau itu tangisan macam apa.
“Cup..cup.. jangan nangis dong!” kata Dio sambil mengelus kepalaku.
“Ih! Dio juga rese! Udah  tau orang tadi jatoh, bukan ditolongin malah dibiarin”
“Sengaja tau!!!! Happy birthday ya, Nat.” katanya lagi sambil mencubit pipiku.
           “Cieeeeeeeee” teman-temanku yang lain spontan berteriak.
           “Aku punya hadiah spesial, gak tau kamu suka atau enggak.. hehe” sambung Dio lagi.
           “Apaan?” tanyaku penasaran.
       “Nat.. aku punya 2 es krim, yang satu coklat, yang satu stroberi.” Kata Dio sambil menunjukkan padaku 2 macam es krim yang disebutkannya.
          “Terus?”
      “Jadii.. sebenarnya aku..aku… aku..” Dio menarik nafas panjang menunjukkan rasa malunya, “aku sayang kamu, Nat! bener deh! Kamu mau gak jadi pacarku? Kalo kamu mau ambil yang coklat, kalo nggak ambil yang stroberi!” Dio langsung membuang nafas panjang menunjukkan kelegaan hatinya sudah mengungkapkan semua ini.
      Aku diam dan terpaku, semua ingatan tentang Rangga menghilang, dan semua yang telah kulewati beberapa bulan yang lalu dengan Dio seolah terlintas di pikiranku. Aku malu, tapi aku senang. Aku jantungan.
         Aku memutuskan.. kuambil es krim coklat itu dari tangannya, wajah Dio yang tadinya takut dan sedikit menunduk, spontan menjadi ceria kembali. Diletakkanya es krim stroberi itu, dan dengan spontan dia mengelus kepalaku lagi, “makasih ya, Natasya”
       Benar-benar sweet 17 yang sangat membahagiakan meskipun awalnya aku dibuat sedih dan merasa kecewa, makasih Chia, Ryan, teman-temanku, dan… Dioku. Aku sayang kalian.

-TO BE CONTINUED-
Yihaa!! Masih ada sambungannya loh teman-teman. Ditunggu ya!!! ;)
Oh iya! Menurut kalian gimana? Kasih komentar dong kalo boleh.
Makasih banyakkkkk<3
               

0 komentar teman-teman :):

Posting Komentar

Halo!
Terimakasih sudah mau membaca blog saya. Semoga Anda suka :) Oh iya kalau mau kasih komentar, kasih komentar yang baik dan membangun ya. Supaya komennya enak dibaca :) Hahaha makasih

 

Anggi Doloksaribu Template by Ipietoon Cute Blog Design