Senin, 27 Mei 2013

Sahabat Tersayang


                Aku Pricilla Natasha, teman-temanku biasa memanggilku Pricil, kadang nama imut itu berubah jadi Prisil, ya menurut mereka itu sangat praktis. Aku masih sekolah, kelas 1 SMA. Kata teman-temanku aku pandai dan baik, namun aku punya sisi lain di balik apa yang mereka katakan tentang kesempurnaan
yang ada padaku. Termasuk tentang perubahan drastis yang terjadi pada kehidupanku, dan sampai saat ini aku masih menyembunyikannya di depan orang lain, menurutku, tak ada yang perlu tau tentang hal itu. Cukup aku dan keluargaku.
                Aku tidak terlalu memiliki banyak teman di sekolah, alasannya karena aku masih kelas 1 dan aku agak takut untuk memulai sebuah pertemanan baru. Di sekolah, aku mempunyai 1 sahabat, Dio. Dia sangat baik padaku, dia perhatian dan sering membantuku. Aku sangat senang memiliki sahabat selain dia. Selain Dio, aku punya teman lain, ada Cindy dan Sasha yang sering sekali menjadi tempat curhatku. Kami sering pergi bersama-sama, tapi tentunya Dio tidak ikut. Walaupun begitu, aku lebih sering bersama Dio daripada Sasha dan Cindy. Aku sangat beruntung memiliki mereka.
                Dio dan aku sering saling curhat, saling mendukung, dan saling membantu. Kadang Dio marah padaku kalau aku tak mendengarnya ataupun berulah. Ya. Itulah gunanya sahabat, aku mengerti itu. Dia begitu untuk kebaikanku. Aku sangat merasa nyaman ketika dekat dengannya, tak pernah merasa takut, dan bosan. Dia sahabat yang sangat baik, dalam suka ataupun duka.
                Aku diajak Dio pergi jalan-jalan. Wah.. ini pertama kalinya aku diajak pergi laki-laki. Aku jujur, sebelumnya aku selalu menolak. Aku bingung sekali, apa yang harus kulakukan saat aku pergi dengan laki-laki, mulai dari apa yang harus kupakai, sampai kemana saja kami akan pergi. Aku panik, tapi Cindy dan Sasha bilang aku tak perlu panik, karena kami sahabat, bukan pdkt-an. Ya. Itu benar sekali.
                “Dio.. liat deh, ada kalung tuh lucu.. temenin aku kesitu yuk” bujukku padanya, mau dong mau dong..
                “Em.. gimana ya, mau gak ya.. mau gak ya..” Dio seolah ingin menolak, tapi mau. Dio. Cepetan aku udah gak sabar. Seolah dia melihat wajahku yang sudah gak sabar pengin kesana, akhirnya dia mengangguk, “Okee.. ayo”
                Aku sangat senang aku melihat sebuah kalung yang cantik. Kalung itu pasangan. Kebetulan ada huruf PD yang digabung menjadi satu, dan tak disangka kalung itu hanya 2, dan memang dicetak hanya 2. Aku tak peduli dengan itu, tapi Dio? Dia langsung membuka dompetnya dan mengambil uang. Langkah selanjutnya dia membayar untuk dua kalung itu. Setelah itu Dio menarik tanganku ke tempat lain, padahal aku belum beli apa-apa.
                “Nih.. pake” katanya sambil memberiku salah satu dari kalung itu.
                “Buatku? Kenapa kamu ngasih ini?” tanyaku heran.
                “Aku kan sahabat kamu, Cil. Pake aja deh. Siapa tau suatu saat nanti kita gak bareng lagi, dengan liat kalung itu, kamu kan jadi ingat aku hehehe” katanya.
                “Ihh Dio lebay” aku mengambil dan langsung memakainya.
                Besoknya, kuceritakan kejadian itu kepada Cindy dan Sasha, mereka bilang mungkin saja Dio menyukaiku. Astaga tak mungkin! Dio dan aku memang baru patah hati dan baru saja move on. Tapi kan bukan berarti dia jadi mendadak jatuh cinta padaku.
                “Gak ada yang gak mungkin!” hanya itu komentar Cindy.
                Sementara Sasha? Ia hanya mengatakan bahwa Dio itu anak baik, gak ada salahnya kalau aku pacaran dengannya. Sasha aneh..
                Hari-hari berikutnya tetap kujalani dengan tenang bersama ketiga sahabatku, aku, Cindy, Sasha. Dan terkadang bersama Dio saja berdua. Begitu banyak orang yang salah paham dan mulai curiga dengan kedekatan kami. Sudah kukatakan, aku hanya berteman dengannya, tapi tetap saja gossip yang biasa mereka umbar di pagi hari dan saat keluar main-main begitu cepatnya menyebar di sekolah. Dan tentu saja kami tak peduli dengan hal itu.
                Suatu hari, Rio, anak sekolah lain yang dulu sempat dekat dengan ku dan sempat mem-php-kan aku kembali datang ke kehidupanku. Dia datang membawa sejuta harapan padaku. Aku dan dia mulai dekat lagi, waktu dengan Dio berkurang karena kedekatanku dengan Rio.
                “Haiii Pricil” sapa Dio saat aku sedang duduk di teras kelas.
                “Eh Dio. Apaan?” tanyaku.
                “Enggak ada apa-apa sih, aku cuma kangen kamu aja, akhir-akhir ini kita kan jarang jalan bareng kayak dulu hehehe” dia nyengir.
                “Hehehe maaf ya Dio, aku udah jarang sama kamu. Tapi aku gak pernah lupa kamu kok.” Kataku sambil menepuk pundak Dio, sahabatku tersayang.
                “Nanti pulang bareng yuk Cil?”
                “Em, maaf lagi ya Dio. Bukannya aku gak mau pulang sama kamu, tapi aku udah ada janji sama orang lain. Gakpapa kan?”
                “Yaudah deh, eh aku balik ke kelas dulu ya” Dio begitu saja pergi dari hadapanku.
                Sebenarnya bukan hanya dia saja yang merindukanku, tapi aku juga merindukannya, sangat-sangat merindukannya. Belum pernah aku merasakan perasaan seperti ini. Aku merindukan semua yang ada padanya. Semoga kedatangan Rio gak membuat persahabatan kami rusak.
                Tepat jam 14.00 Rio datang menjemputku ke sekolah, dia tak pernah datang terlambat menjemputku. Trimakasih Rio. Dia mengajakku ke sebuah café. Café romantis tempat orang nge-date.
                “Priiiis, aku mau ngomong.” Katanya.
                “Apa?”
                “Sebenarnya aku suka sama Pricil, tapi aku baru berani ngungkapinnya sekarang. Pricil mau gak  jawab iya?” katanya sambil melihat ku.
                Aku bingung dan takut, aku memikirkan Dio saat Rio bicara seperti itu. Oh.. sebenarnya hatiku ada dimana? Aku tak tega dengan orang seperti dia. Tapi aku bingung.. hatiku seolah melayang ke Dio, seluruh pikiranku kepada Dio.
                “Priis.. kok gak dijawab sih? Gak mau ya? Ya udah deh..gak..” aku langsung memotong omongannya.
                “Ehh.. aku mau kok” jawabku sambil tersenyum.
                Sebenarnya terlalu berat perasaanku untuk menjawab iya aku mau, semua begitu mendadak terjadi padaku. Aku masih tetap memikirkan Dio. Besok aku harus cerita padanya.
                Pagi itu sangat cerah, aku tak sabar menceritakan semuanya pada Dio. Aku pengin tau responnya seperti apa. Aku ingin dia jadi orang pertama yang tau tentang hal ini. Sebenarnya berat mengatakan semuanya  kepadanya, ntah apa yang ada dalam hatiku kenapa aku begitu berat memberitahu ini padanya.
                “Dioooo aku lagi seneng banget ini loh” kataku sambil menunjukkan ekspresi paling bahagia.
                “Oh ya? Kamu kenapa? Kasih tau aku dong..”
                “Aku sama Rio udah jadian loh semalam, seneng banget ih..” kataku singkat.
                “Oh.. selamat ya” jawaban yang lebih singkat, wajahnya berbeda, ntah kecewa atau apa, tiba-tiba suara Dio makin pelan, “aku balik ke kelas ya”
                Setelah kejadian itu Dio mulai tak pernah kelihatan lewat dari kelasku, tak pernah sms aku lagi, menelepon aku lagi, pulang denganku lagi, datang ke kelasku lagi. Memang hidupku sudah diberi warna baru oleh Rio, tapi tetap saja aku merindukan Dio.
                “Cin.. Sha, aku rindu sama Dio, setelah aku cerita tentang aku dan Rio, dia menghilang gitu aja. Aku gak ngerti kenapa Dio gini..”
                “Dia suka kamu! Kan aku udah bilang dari dulu” kata Sasha.
                “Iya! Buktinya kemaren dia cuma bilang oh dan selamat, aku juga yakin kamu pasti suka sama Dio! Jujur deh. Kemaren nerima Rio juga terpaksa kan?” Cindy membentakku.
                Air mataku hampir jatuh, seolah tak menerima apa yang dikatakannya. Tapi itu memang benar! Aku mungkin sudah salah menerima Rio, mungkin dulu aku pernah menyukainya, tapi sekarang tidak! Hanya Dio! Aku sadar itu.
                Siangnya Rio menjemputku dari sekolah dan akhirnya aku memutuskan ini semua! Aku gak mau lagi jalan dengannya. Mungkin bisa, tapi sebatas teman. Semua alasan yang kujelaskan diterimanya dengan baik. Rio yang baik, dia mengerti apa yang kurasakan.
                Aku langsung mencari Dio ke rumahnya. Apa yang kudapat?
                “Dio sudah tidak disini lagi, Nak. Dio pindah ke Bandung” kata mamanya. “Tapi Dio punya titipan buat kamu” sambung Mama Dio sambil memberiku sebuah surat dan kotak kecil.
                Aku mengambilnya dan aku pergi, “makasih ya Tante”
                Begitu sampai di rumah aku masuk kamarku dan aku membuka surat itu. Aku penasaran kenapa Dio tega meninggalkanku begitu saja, tanpa pamit.

Dear Pricilla Natasha, sahabatku,
Aku sekarang udah tinggal di Bandung sama kakakku. Maaf aku gak pamit langsung, aku pamit dari surat ini. Aku pergi 3 hari yang lalu. Sebenarnya aku gak pengin pergi ninggalin kamu. Kenapa? Karena aku sayang banget sama kamu. Aku janji Pris, setelah lulus SMA aku balik lagi. Kita kuliah sama-sama nanti. Aku harap kamu tetap sahabatku meskipun kita jauh. Soal kotak itu, itu punya kamu.  Kamu ngerasa kehilangan kalung gak sih? Kalungnya pake lagi ya, Pris, jangan tinggalin lagi. Kalo kamu kangen aku, liat kalung itu aja hehehe.. Sekali lagi maafin aku ya :) Kamu tungguin aku loh ya! Aku pasti kembali buat kamu..
-Dio Andrean-

                Baiklah, akhirnya aku benar-benar kehilangan seorang sahabat, sosok yang sangat berarti bagiku. Aku selalu menunggu kehadiranmu lagi, aku menunggumu kembali lagi. Aku selalu sabar menanti saat itu, sahabatku.     
-END-

2 komentar teman-teman :):

  1. it feels like a long pause here enjoy beautiful photos and there are things that cause a sense of its own to be here. I do not just shut up and go and open the page again
    visit my blog too.
    just about me and you

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks for visiting my blog. I've visited your blog :)

      Hapus

Halo!
Terimakasih sudah mau membaca blog saya. Semoga Anda suka :) Oh iya kalau mau kasih komentar, kasih komentar yang baik dan membangun ya. Supaya komennya enak dibaca :) Hahaha makasih

 

Anggi Doloksaribu Template by Ipietoon Cute Blog Design