Aku
Pricilla Natasha, teman-temanku biasa memanggilku Pricil, kadang nama imut itu
berubah jadi Prisil, ya menurut mereka itu sangat praktis. Aku masih sekolah,
kelas 1 SMA. Kata teman-temanku aku pandai dan baik, namun aku punya sisi lain
di balik apa yang mereka katakan tentang kesempurnaan
yang ada padaku. Termasuk tentang perubahan drastis yang terjadi pada kehidupanku, dan sampai saat ini aku masih menyembunyikannya di depan orang lain, menurutku, tak ada yang perlu tau tentang hal itu. Cukup aku dan keluargaku.
yang ada padaku. Termasuk tentang perubahan drastis yang terjadi pada kehidupanku, dan sampai saat ini aku masih menyembunyikannya di depan orang lain, menurutku, tak ada yang perlu tau tentang hal itu. Cukup aku dan keluargaku.
Aku
tidak terlalu memiliki banyak teman di sekolah, alasannya karena aku masih
kelas 1 dan aku agak takut untuk memulai sebuah pertemanan baru. Di sekolah,
aku mempunyai 1 sahabat, Dio. Dia sangat baik padaku, dia perhatian dan sering
membantuku. Aku sangat senang memiliki sahabat selain dia. Selain Dio, aku
punya teman lain, ada Cindy dan Sasha yang sering sekali menjadi tempat
curhatku. Kami sering pergi bersama-sama, tapi tentunya Dio tidak ikut. Walaupun
begitu, aku lebih sering bersama Dio daripada Sasha dan Cindy. Aku sangat
beruntung memiliki mereka.
Dio
dan aku sering saling curhat, saling mendukung, dan saling membantu. Kadang Dio
marah padaku kalau aku tak mendengarnya ataupun berulah. Ya. Itulah gunanya
sahabat, aku mengerti itu. Dia begitu untuk kebaikanku. Aku sangat merasa
nyaman ketika dekat dengannya, tak pernah merasa takut, dan bosan. Dia sahabat
yang sangat baik, dalam suka ataupun duka.
Aku
diajak Dio pergi jalan-jalan. Wah.. ini pertama kalinya aku diajak pergi
laki-laki. Aku jujur, sebelumnya aku selalu menolak. Aku bingung sekali, apa
yang harus kulakukan saat aku pergi dengan laki-laki, mulai dari apa yang harus
kupakai, sampai kemana saja kami akan pergi. Aku panik, tapi Cindy dan Sasha
bilang aku tak perlu panik, karena kami sahabat, bukan pdkt-an. Ya. Itu benar
sekali.
“Dio..
liat deh, ada kalung tuh lucu.. temenin aku kesitu yuk” bujukku padanya, mau
dong mau dong..
“Em..
gimana ya, mau gak ya.. mau gak ya..” Dio seolah ingin menolak, tapi mau. Dio. Cepetan
aku udah gak sabar. Seolah dia melihat wajahku yang sudah gak sabar pengin
kesana, akhirnya dia mengangguk, “Okee.. ayo”
Aku
sangat senang aku melihat sebuah kalung yang cantik. Kalung itu pasangan. Kebetulan
ada huruf PD yang digabung menjadi satu, dan tak disangka kalung itu hanya 2,
dan memang dicetak hanya 2. Aku tak peduli dengan itu, tapi Dio? Dia langsung
membuka dompetnya dan mengambil uang. Langkah selanjutnya dia membayar untuk
dua kalung itu. Setelah itu Dio menarik tanganku ke tempat lain, padahal aku
belum beli apa-apa.
“Nih..
pake” katanya sambil memberiku salah satu dari kalung itu.
“Buatku?
Kenapa kamu ngasih ini?” tanyaku heran.
“Aku
kan sahabat kamu, Cil. Pake aja deh. Siapa tau suatu saat nanti kita gak bareng
lagi, dengan liat kalung itu, kamu kan jadi ingat aku hehehe” katanya.
“Ihh
Dio lebay” aku mengambil dan langsung memakainya.
Besoknya,
kuceritakan kejadian itu kepada Cindy dan Sasha, mereka bilang mungkin saja Dio
menyukaiku. Astaga tak mungkin! Dio dan aku memang baru patah hati dan baru
saja move on. Tapi kan bukan berarti dia jadi mendadak jatuh cinta padaku.
“Gak
ada yang gak mungkin!” hanya itu komentar Cindy.
Sementara
Sasha? Ia hanya mengatakan bahwa Dio itu anak baik, gak ada salahnya kalau aku
pacaran dengannya. Sasha aneh..
Hari-hari
berikutnya tetap kujalani dengan tenang bersama ketiga sahabatku, aku, Cindy,
Sasha. Dan terkadang bersama Dio saja berdua. Begitu banyak orang yang salah
paham dan mulai curiga dengan kedekatan kami. Sudah kukatakan, aku hanya
berteman dengannya, tapi tetap saja gossip yang biasa mereka umbar di pagi hari
dan saat keluar main-main begitu cepatnya menyebar di sekolah. Dan tentu saja
kami tak peduli dengan hal itu.
Suatu
hari, Rio, anak sekolah lain yang dulu sempat dekat dengan ku dan sempat
mem-php-kan aku kembali datang ke kehidupanku. Dia datang membawa sejuta
harapan padaku. Aku dan dia mulai dekat lagi, waktu dengan Dio berkurang karena
kedekatanku dengan Rio.
“Haiii
Pricil” sapa Dio saat aku sedang duduk di teras kelas.
“Eh
Dio. Apaan?” tanyaku.
“Enggak
ada apa-apa sih, aku cuma kangen kamu aja, akhir-akhir ini kita kan jarang
jalan bareng kayak dulu hehehe” dia nyengir.
“Hehehe
maaf ya Dio, aku udah jarang sama kamu. Tapi aku gak pernah lupa kamu kok.” Kataku
sambil menepuk pundak Dio, sahabatku tersayang.
“Nanti
pulang bareng yuk Cil?”
“Em,
maaf lagi ya Dio. Bukannya aku gak mau pulang sama kamu, tapi aku udah ada
janji sama orang lain. Gakpapa kan?”
“Yaudah
deh, eh aku balik ke kelas dulu ya” Dio begitu saja pergi dari hadapanku.
Sebenarnya
bukan hanya dia saja yang merindukanku, tapi aku juga merindukannya,
sangat-sangat merindukannya. Belum pernah aku merasakan perasaan seperti ini. Aku
merindukan semua yang ada padanya. Semoga kedatangan Rio gak membuat
persahabatan kami rusak.
Tepat
jam 14.00 Rio datang menjemputku ke sekolah, dia tak pernah datang terlambat
menjemputku. Trimakasih Rio. Dia mengajakku ke sebuah café. Café romantis
tempat orang nge-date.
“Priiiis,
aku mau ngomong.” Katanya.
“Apa?”
“Sebenarnya
aku suka sama Pricil, tapi aku baru berani ngungkapinnya sekarang. Pricil mau
gak jawab iya?” katanya sambil melihat
ku.
Aku
bingung dan takut, aku memikirkan Dio saat Rio bicara seperti itu. Oh..
sebenarnya hatiku ada dimana? Aku tak tega dengan orang seperti dia. Tapi aku
bingung.. hatiku seolah melayang ke Dio, seluruh pikiranku kepada Dio.
“Priis..
kok gak dijawab sih? Gak mau ya? Ya udah deh..gak..” aku langsung memotong
omongannya.
“Ehh..
aku mau kok” jawabku sambil tersenyum.
Sebenarnya
terlalu berat perasaanku untuk menjawab iya aku mau, semua begitu mendadak
terjadi padaku. Aku masih tetap memikirkan Dio. Besok aku harus cerita padanya.
Pagi
itu sangat cerah, aku tak sabar menceritakan semuanya pada Dio. Aku pengin tau
responnya seperti apa. Aku ingin dia jadi orang pertama yang tau tentang hal
ini. Sebenarnya berat mengatakan semuanya
kepadanya, ntah apa yang ada dalam hatiku kenapa aku begitu berat
memberitahu ini padanya.
“Dioooo
aku lagi seneng banget ini loh” kataku sambil menunjukkan ekspresi paling
bahagia.
“Oh
ya? Kamu kenapa? Kasih tau aku dong..”
“Aku
sama Rio udah jadian loh semalam, seneng banget ih..” kataku singkat.
“Oh..
selamat ya” jawaban yang lebih singkat, wajahnya berbeda, ntah kecewa atau apa,
tiba-tiba suara Dio makin pelan, “aku balik ke kelas ya”
Setelah
kejadian itu Dio mulai tak pernah kelihatan lewat dari kelasku, tak pernah sms
aku lagi, menelepon aku lagi, pulang denganku lagi, datang ke kelasku lagi. Memang
hidupku sudah diberi warna baru oleh Rio, tapi tetap saja aku merindukan Dio.
“Cin..
Sha, aku rindu sama Dio, setelah aku cerita tentang aku dan Rio, dia menghilang
gitu aja. Aku gak ngerti kenapa Dio gini..”
“Dia
suka kamu! Kan aku udah bilang dari dulu” kata Sasha.
“Iya!
Buktinya kemaren dia cuma bilang oh dan selamat, aku juga yakin kamu pasti suka
sama Dio! Jujur deh. Kemaren nerima Rio juga terpaksa kan?” Cindy membentakku.
Air
mataku hampir jatuh, seolah tak menerima apa yang dikatakannya. Tapi itu memang
benar! Aku mungkin sudah salah menerima Rio, mungkin dulu aku pernah
menyukainya, tapi sekarang tidak! Hanya Dio! Aku sadar itu.
Siangnya
Rio menjemputku dari sekolah dan akhirnya aku memutuskan ini semua! Aku gak mau
lagi jalan dengannya. Mungkin bisa, tapi sebatas teman. Semua alasan yang
kujelaskan diterimanya dengan baik. Rio yang baik, dia mengerti apa yang kurasakan.
Aku
langsung mencari Dio ke rumahnya. Apa yang kudapat?
“Dio
sudah tidak disini lagi, Nak. Dio pindah ke Bandung” kata mamanya. “Tapi Dio
punya titipan buat kamu” sambung Mama Dio sambil memberiku sebuah surat dan
kotak kecil.
Aku
mengambilnya dan aku pergi, “makasih ya Tante”
Begitu
sampai di rumah aku masuk kamarku dan aku membuka surat itu. Aku penasaran
kenapa Dio tega meninggalkanku begitu saja, tanpa pamit.
Dear Pricilla Natasha, sahabatku,
Aku sekarang udah tinggal di Bandung
sama kakakku. Maaf aku gak pamit langsung, aku pamit
dari surat ini. Aku pergi 3 hari yang lalu. Sebenarnya aku gak pengin pergi ninggalin
kamu. Kenapa? Karena aku sayang banget sama
kamu. Aku janji Pris, setelah lulus SMA aku
balik lagi. Kita kuliah sama-sama nanti. Aku harap kamu tetap sahabatku
meskipun kita jauh. Soal kotak itu, itu punya kamu. Kamu ngerasa kehilangan kalung gak
sih? Kalungnya pake lagi ya, Pris, jangan tinggalin lagi. Kalo kamu kangen aku, liat kalung itu aja hehehe.. Sekali lagi maafin aku ya :) Kamu tungguin aku loh ya! Aku pasti kembali buat kamu..
-Dio Andrean-
Baiklah, akhirnya aku benar-benar kehilangan seorang
sahabat, sosok yang sangat berarti bagiku. Aku selalu menunggu kehadiranmu
lagi, aku menunggumu kembali lagi. Aku selalu sabar menanti saat itu,
sahabatku.
-END-
it feels like a long pause here enjoy beautiful photos and there are things that cause a sense of its own to be here. I do not just shut up and go and open the page again
BalasHapusvisit my blog too.
just about me and you
Thanks for visiting my blog. I've visited your blog :)
Hapus