“Nggak tuh..” jawabku singkat
“Mau lilhat?”
Aku
mengangguk, “emang ada ya?”
“Ada. Kamu
lihat aja aku tanpa kamu, persis seperti bulan tanpa bintang. Sepi dan lemah..”
katanya sambil menatap dalam mataku. Sementara aku hanya tertawa
Menghabiskan setiap malam bersama di bawah bulan dan
bintang. Setiap malam menghitung bintang bersama, sampai bintang ke-10,
hitunganku selalu gagal..
“Payah kamu, Ngel. Ngitung bintang aja nggak bisa!”
ledeknya sambil menyenggol aku dengan sikunya.
“Lagipula kamu, mana ada orang yang bisa ngitung
bintang” balasku sambil tersenyum.
Setiap hari
begitu indah denganmu.. Ya.. midnight, saat dimana kita selalu bersama.
Menghabiskan waktu di bawah bulan dan bintang, bersama-sama melakukan hal yang
mustahil, menghitung dan menghitung.
“Angeeel!
Dari mana saja kamu baru pulang jam segini? Apa kamu lupa kalau kamu perempuan?”
bentak Mama. Mama selalu khawatir dengan keadaanku, aku memang anak semata
wayang dan aku perempuan, tapi haruskah sekhawatir itu dengan keadaanku?
“Angel kan
cuma duduk di depan pagar, Ma. Lagipula Angel sama Nico, Mama gak perlu
khawatir” jawabku menenangkan Mama.
“Jawaban kamu
selalu begitu!”
Benar, Ma. Hanya itu jawaban yang bisa kukeluarkan dari mulutku, hanya itu. Tidak ada yang lain. Semua itu benar, aku hanya duduk di depan pagar sambil menghitung bintang, bukan yang lain.
Benar, Ma. Hanya itu jawaban yang bisa kukeluarkan dari mulutku, hanya itu. Tidak ada yang lain. Semua itu benar, aku hanya duduk di depan pagar sambil menghitung bintang, bukan yang lain.
***
“1…2…3…4…5… mana yang keenam? Uh.. aku gagal lagi”
“Hai! Kamu sudah di sini? Cepat sekali, baru jam 8 kamu
sudah begini”
“Aku pengen ngitung bintang, supaya kamu tau aku
bisa!”
“Ya kalau yang dihitung sebanyak ini.. apa yakin kamu
bisa?” katanya sambil mengusap lembut kepalaku.
Aku hanya membalas dengan senyuman dan sedikit
tertawa.
Nico itu tentanggaku, tidak lama lagi dia akan pergi.
Nico sudah kelas 3 SMA dan ia bercita-cita menjadi seorang ahli astronomi. Terhitung
sejak Nico kelas 1 SMP, dan aku kelas 5 SD, Nico sudah bermimpi menjadi ahli
astronomi.
“Aku harus masuk ITB nanti, kuliah S-1 dan kalau ada
kesempatan aku pasti melanjut di luar negeri, kamu doain aku ya adik kecil..”
Ya. Tidak. Ya. Tidak. Ya. Hey, aku tidak boleh egois!
Aku pun harus melanjutkan cita-citaku, farmasi dan farmasi. Boleh aku susul
kamu nanti, Nic? Aku ingin menghabiskan malam di bawah bintang bersamamu,
seperti sekarang dan dulu…
“Kamu juga optimis ya masuk farmasi.” Nico kembali mengusap lembut kepalaku.
“Minta sama bintang jatuh aja, Nic”
Sementara Nico tersenyum, mungkin dia kaget, zaman canggih
seperti ini, masih ada orang yang percaya bahwa bintang jatuh bisa mengabulkan
permintaan. Aku juga tak mengerti mengapa aku sebodoh ini. Aku juga ingin
selalu melihat bintang karena aku penasaran, bagaimana sebenarnya wujud bintang
jatuh? Nico bilang bintang jatuh indah,
tapi itu hanya di film yang pernah ia tonton, tapi secara langsung ia belum
pernah melihatnya. Sama seperti aku. Itulah mengapa kami selalu setia menunggu
bintang jatuh, bersama-sama.
***
“Ma, Angel pergi dulu ya..”
“Mau kemana jam segini? Sudah jam 5 baru mau pergi,
pulang jam berapa lagi, Angel??”
“Mau lihat bintang, Ma. Mama gak usah khawatir, Angel
baik-baik aja, pasti. Ada Nico kok, Ma.”
“Kamu ini!”
Aku pergi tanpanya..
Berjalan sendiri ke bukit, menunggu bulan datang, dan
melihat bagaimana sebenarnya bintang muncul di langit. Aku tak sempat
menghubunginya, aku tidak ingin mengganggunya, sebentar lagi sudah UN, dan Nico
harus belajar dan harus lulus!
“Ya ampun.. Sudah jam 7, kemana bulan dan bintang?
Mengapa bulan hanya muncul setengah? Mengapa tidak muncul seutuhnya? Kemana
bintang pergi? Satupun tidak ada di langit. Apa mereka mulai membenciku?”
kataku sambil menangis sendiri di atas bukit. Sudah lama aku menunggu.. tapi
dimana bintang? Kemana mereka pergi?
“Mengapa bintangku menangis? Ayolah... jangan membuat wajahmu jelek”
“Mengapa bintangku menangis? Ayolah... jangan membuat wajahmu jelek”
Aku mengangkat kepalaku dan melihat siapa dia.. “Kamu tau aku di sini?” tanyaku polos.
“Ya, pasti aku tau, dimana lagi kamu melihat bintang
selain di sini dan di depan rumah? Ngapain kamu sendiri di sini? Kalau kamu
kenapa-napa gimana? Kenapa gak ngajak aku? Kamu mau lihat bulan tanpa
bintang??” tanya Nico.
Mulutku tetap bungkam…
“Angel.. kamu ngapain di sini sendirian?”
“Aku hanya ingin melihat bagaimana bulan dan bintang
datang menghiasi langit. Dan aku… aku hanya ingin melihat bintang jatuh.
Kupikir ia akan datang malam ini, ternyata tidak. Bahkan bintang pun enggan
menemani bulan malam ini. Mungkin mereka mulai membenci aku, dan mereka mulai
enggan menunjukkan wujudnya di depanku” air mataku kembali menetes.
“Semua indah pada waktunya, Angel. Bukannya mereka
membenci kamu, tapi mereka takut keluar malam ini. Jadi kamu sudah tau
bagaimana bulan tanpa bintang?”
Aku mengangguk.
“Kamu mau melihat hal ini terulang kembali?”
Aku menggelengkan kepalaku sambil menunduk.
“Makanya jangan pernah pergi tanpa aku..” katanya
sambil memelukku.
***
Dingin.. secangkir coklat panas dan Nico. Malam
terakhir kami menghabiskan waktu
bersama. Nico bilang, besok dia harus ke Bandung. Berjuang demi
cita-citanya selama ini. Dan aku juga harus berjuang 2 tahun tanpa Nico. Semua
indah pada waktunya.. ya.. Nico benar, aku juga berharap aku bisa menyusulnya,
nanti.
Tuhan… jangan biarkan malam ini berakhir.
Menangis dan menangis lagi..
“Kenapa, Ngel? Kenapa sih akhir-akhir ini kamu sering nangis?”
Aku takut berpisah dengan kamu, bodoh! “Aku nggak
nangis, aku kelilipan!”
“Sampai kapan kita di sini, Ngel?”
“Sampai kapan kita di sini, Ngel?”
Sampai aku rela kamu pergi ke Bandung. “Sampai kapan?
aku juga nggak tau, Nic.”
Sementara Nico hanya tersenyum.
Nggak ada jawaban lain selain tersenyum? Tolonglah,
sekali saja jangan tersenyum. Aku yakin ada beribu-ribu kata tersimpan dalam
memori otaknya, tapi mengapa hanya senyum yang menjadi balasan dari setiap
ocehanku? Apa Nico amnesia? Gak. Gak. Pikiranku terlalu dangkal. Uh.
“Kalau aku pergi, kamu masih mau lihat bulan dan
bintang setiap malam?”
Mungkin tidak, aku tidak bisa sendiri tanpa kamu!
“Ntahlah, aku sendiri gak tau, Nic.”
“Kamu besok ikut ngantar aku?”
Aku pengin, tapi aku nggak bisa. “Aku nggak bisa deh
kayaknya, Mama pasti marah kalau aku nggak sekolah, besok. Maaf ya, Nic.”
“Nggak masalah kok, Ngel. Kamu doain aku terus ya!”
Nico mulai menatapku, dan aku mulai salah tingkah.
“Pasti..” jawabku singkat sambil menatap langit, aku
takut menatap wajahnya.
“Doain aku jangan sama bintang jatuh ya, adik
kecil..”
“Iya, Nic. Aku tau kok, bintang selamanya jadi
bintang. Bintang bukan tempat kita meminta kan? Tapi aku masih menunggu bintang
jatuh, aku hanya ingin melihat bagaimana dia jatuh.. dan melihat bagaimana
wujud aslinya.”
Nico kembali tersenyum..
Cepatnya malam ini berakhir, sama seperti secangkir
coklat panas yang ada di antara kita, hanya beberapa saat sudah habis. Aku dan
Nico harus istirahat, kalau tidak, mungkin aku akan sakit, Nico akan kesiangan
dan keberangkatan Nico pun akan ditunda. Nico gak boleh ketinggalan pesawat.
Ya, Nico masih harus pergi ke Medan, dan dia harus menghindari macet supaya
sampai tepat waktu di Bandara.
***
Bintang malam
sampaikan padanya…
Aku ingin melukis
sinarmu, di hatinya.
“Angeeel!!!”
Baru saja aku bernyanyi, Mama sudah memanggilku saja.
“Iya Ma, iya sebentar..”
Sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi… aku harus
cepat. “Ada apa, Ma?”
“Ini ada kiriman. Nyampenya tadi siang, dan Mama baru
ingat ngasih ini ke kamu.”
“Iya iya, makasih ya, Ma”
Sebuah boneka dari Bandung, boneka beruang besar
sedang memeluk bulan sabit dan sebuah bintang. Cantiknya boneka ini.
Bandung, 9 September 2010
Apa
kabar bintangku saat ini?
Kamu
nggak pernah nangis lagi kan?
Kamu
sehat kan? Kamu baik-baik aja kan?
Aku
rindu kamu… akhir-akhir ini aku sering memikirkan kamu.
Sudah
2 tahun kita tidak bertemu. Ntah mengapa saat aku kembali, kau tak ada di sana.
Apakah bintang mulai membenciku? Apakah bintang enggan bertemu denganku?
Malamku
tak seindah dulu..
Malamku
tak seramai dulu..
Malamku
tak secerah dulu..
Tanpa
bintang, aku tak mampu bersinar.
Tanpa
bintang, aku tak mampu berdiri sendiri.
Tapi
aku tau, bila aku ingin bersama bintang, aku harus berjuang supaya aku bisa
kembali dan bersinar bersama bintang.
Aku
tanpa kamu bagai bulan tanpa bintang…
Aku
tanpa kamu… tak seindah dulu.
Apa
kamu masih pernah menghabiskan waktumu bersama bulan dan bintang?
Apa
malam itu terasa indah?
Apa
malam itu masih sama seperti dulu?
Apa
kamu sudah berhasil menghitung bintang?
Kamu
ingat malam terakhir itu? Midnight, bulan dan bintang.
Kamu
masih ingat tangisan di bukit? Saat seorang yang kusayangi menangis di
pelukanku, ia tak menemukan apa yang diinginkannya saat itu. Aku juga ingin
menangis saat ini, ntah di pelukan siapa aku sendiri tidak tau.
Ya
ampun… aku terlalu lemah tanpa kamu. Ajaib aku bisa bertahan sampai saat ini.
Bagaimana studimu, Angel? Bagaimana harimu, Angel? Indahkah tanpa aku? Oh iya,
bagaimana? Apa kamu sudah bertemu bintang jatuh?
Angel,
kemarin, aku menemukan boneka yang ada padamu saat ini, bintang dan bulannya
bersatu. Dan lihatlah mereka sedang tersenyum. Walau aku tidak tau kamu
menyukainya atau tidak, tapi anggap saja aku sedang bersamamu setiap kali kamu
melihat boneka itu.
Angel
sayangku… apa kamu masih ingat menyebut namaku dalam setiap doamu? Angel
sayangku, apa kamu masih ingat bagaimana wajahku dan suaraku? Apa kamu ingat
senyumanku? Senyuman yang selalu kuberikan padamu setiap kali kamu berbicara.
Aku bingung menjawab kata-kata itu. Kamu terlalu lugu dan polos, aku takut
salah bicara dan menyakiti perasaanmu, itulah alasan mengapa aku selalu
tersenyum membalas semua kata-katamu.
Suratku
terlalu panjang ya? Hehehe.. itu karena aku terlalu rindu sama kamu. Oh iya,
bulan depan kamu ulang tahun kan? Kamu, aku.. dan kita. Ya, kita ulang tahun
Angel, bulan depan 9 Oktober.. aku tak yakin bisa pulang saat itu. Maaf ya..
tapi kalau kamu mau, datang saja ke bukit pada tanggal itu, aku rasa kamu tau
jam berapa kamu harus kesana. Ada sesuatu yang benar-benar kamu inginkan di
sana. Dan aku tidak bisa menemani kamu. Maaf lagi ya, Ngel. Aku rasa ini cukup.
Selamat
1 bulan sebelum ulang tahun kita, Angel Bintang Alana.. aku menyayangimu.
Sampai bertemu lagi bintangku. Jangan menangis lagi ya. Ingat.. semua indah
pada waktunya.
Salam sayang,
Nico Alfian
Sekarang giliranku tersenyum, hanya senyum yang bisa
kusampaikan saat ini. Aku terlalu bahagia menerima semua ini. Walau ulang tahun
kali ini akan kulalui tanpa Nico. Dengan atau tanpa Nico aku harus semangat.
Semangat meraih cita dan cinta. Aku harus belajar serius, aku harus menyusulnya
dan melanjutkan studiku. Ya. Semua tahap itu harus kulalui bila aku ingin
sukses dan bahagia.
Pematangsiantar, 14 Septemeber 2010
Aku
baik-baik saja. Aku tidak pernah menangis lagi, Nico. Tenang, aku tidak
secengeng dulu. Sebentar lagi aku 17 tahun, masa aku tetap cengeng? Maaf, saat
kamu datang, aku sedang pergi. Saat itu aku sedang bersama Mama dan Papa.
Bukannya aku enggan bertemu denganmu, ataupun membencimu. Bahkan sebenarnya,
aku sangat merindukanmu. Kamu kan tau Papa terlalu sibuk dan terlalu sering ke
luar kota, makanya aku tidak bisa menolak bila diajak Papa pergi. Aku juga tidak
pernah lupa menyebut namamu di setiap doaku, namamu Nico Alfian kan? Aku selalu
ingat kok, kamu juga jangan lupa menyebut namaku di setiap doamu, jangan lupa
gereja juga, Nic.
Soal
menghitung bintang ya? Kalau itu, aku sudah menyerah;( aku tidak pernah berhasil
menghitung bintang. Dengan atau tanpa kamu aku selalu gagal. Mereka terlalu
banyak dan aku hanya sendiri. Hanya Tuhan yang tau berapa banyak bintang yang
menghiasi langit.
Oh
iya... semua itu masih terekam jelas di benakku, pertama kalinya aku menangis
di pelukan itu. Maaf ya, aku pernah mengotori bahumu dengan air mataku. Aku
janji.. aku akan berusaha untuk menjadi orang yang lebih tegar dari kemarin.
Selamat 1 bulan sebelum ulang tahun kamu, aku dan kita ya, Nico. Walau ulang
tahunku tanpa kamu (lagi), yang penting kita masih bisa merayakannya bersama.
Merayakannya bersama di bawah bulan dan bintang. Kita masih melihat bulan dan
bintang yang sama kan? Iya, semua indah pada waktunya. Dan pertemuan kita suatu
saat nanti, adalah waktu yang sangaaaat indah! Sudah dulu ya, Nico. Kamu tetap
semangat kuliah ya. Sampai bertemu lagi…
Salam
sayang,
Angel Bintang Alana
***
Astaga.. sudah jam 9. “Ma, Angel pergi dulu ya! Angel
cuma sebentar kok”
“Kemana? Ke bukit??”
“Iya, Ma. Boleh ya,please. Gak lama kok, ada yang mau aku lihat di sana. Hadiah sweet seventeen yang sangat spesial” mataku berbinar-binar.
“Iya, Ma. Boleh ya,please. Gak lama kok, ada yang mau aku lihat di sana. Hadiah sweet seventeen yang sangat spesial” mataku berbinar-binar.
“Iya, ingat jangan terlalu lama” Mama tersenyum.
Aku langsung berlari ke bukit, tidak ada angkot jam
segini. Mau tak mau aku harus rela keringatan demi hadiah itu. Ya. Aku sudah
tidak sabar lagi. Aku sangat sangat ingin melihat hadiah itu. Seperti apa ya
wujudnya ya?
Setelah aku sampai, aku menunggu. Tidak ada yang
spesial. Semua terlihat biasa saja. Jadi… Dimana? Dimana hadiah itu? Dimana? Sudah
terlalu lama aku menunggu, sudah jam 12 malam, apa Nico bohong? Aku menangis
lagi.. tiba-tiba aku teringat kalimat terakhir surat itu, “Oh iya.. kata Nico
semua indah pada waktunya.. Ya, indah pada waktunya. Ntah kapan waktu itu aku
tidak tau!” kataku sambil mengusap air mataku.
“Ya Angel, semua indah pada waktunya. Selamat ulang
tahun ya…”
Aku berbalik. “Nico?” kataku pelan.
Ia mengangguk sambil tersenyum, “iya ini aku, katanya
kamu nggak cengeng lagi, tapi kenapa kamu nangis?”
“Maaf… oh iya, selamat ulang tahun, Nic!” aku kembali
mengusap air mataku.
Nico memelukku untuk kedua kalinya, yang pertama 2
tahun yang lalu, saat aku menangis di tempat yang sama hanya karena bulan dan
bintang enggan keluar dari tempat persembunyiannya.
“Bagaimana kamu bisa ada di sini? Katanya kamu nggak
bisa pulang” tanyaku penasaran.
“Aku yang suruh kamu ke sini kan? Masa aku lupa sih..
Lagipula, aku di sini untuk kamu, untuk ulang tahun kita.. maaf ya aku
membiarkan kamu di sini menunggu terlalu lama, hingga akhirnya kamu menangis.
Aku sengaja berbohong, ini surprise buat kamu. Maaf ya.. tapi aku juga ada di
sini untuk itu.. hey dia sudah datang, lihat ke langit, Angel.”
Aku dan Nico melepas pelukan itu, digenggamnya erat
tanganku sambil melihat ke langit.
“Wah… bintang jatuh. Indah sekali. Lihatlah ia
bergerak ntah kemana. Sangat indah. Ini pertama kalinya aku melihat bintang
jatuh. Bagaimana mungkin kamu tau ia akan datang hari ini?” aku menatap Nico.
“Karena aku cinta kamu, aku harus selalu tau tentang
hal seperti ini!” ia tersenyum. “Selamat ulang tahun, Bintangku” katanya sekali
lagi sambil memelukku dengan erat.
“Iya.. selamat ulang tahun, Nico”
-TAMAT-
Sumber gambar :
http://sandynata.files.wordpress.com/2012/06/starry_night.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgogyKEFUcMabwK78vDhDHUhnqiDjocqNznBqk8sNOeHcc43hJf3qu_yLFWOv-nzN4yglgMJgdBIyeED8oiARfifOs-Oa66qD-e5M6J3ZgurrlY3J-hzzFmTn6eF6jrJiCgBc4BrRh0pMUb/s1600/bintang+jatuh.jpg
hihihi manis banget ceritanya, terus menulis ya! :D
BalasHapusOke! Makasih banyak ya :)
Hapushaaay, cerpennya keren.. aku juga suka buat cerpen, kalau berminat mampir yaa :)
BalasHapusHaiii, makasih ya kak :) wah kita samaan, oke aku pasti mampir kak:)
HapusSweet story :')
BalasHapusMakasih ya :)
HapusMasih kurang teliti tuh kak, ada dialog yang gak isi tanda petik. Atau kalimat itu omongan dlm hati ya? Wah saya gak tau.
BalasHapusTerus menulis yaaa..
Itu omongan dalam hati kok :)
HapusNice story, salam kenal. :)
BalasHapusMakasih, iya salam kenal :)
Hapusini cerita lebay
BalasHapus:p :D
dik aril
Tapi abang baca sampe selesai? Okesip,makasih banggg :p
Hapus